Thursday, July 20, 2006

Radio, Earthquake and 14 floors away....

Yesterday, I asked fate
"Would you smile to us today?"


And the answer was Yes



:) :) :) :)

Wednesday, July 19, 2006

Semalam di Paris

Semalam, mana mungkin?

Mungkin.

Tadi, aku bertandang ke sebuah café kecil di selatan Jakarta. Memenuhi panggilan idealis seorang insan iklan yang ingin pesta pora dengan benak kreativitasnya, serta himbauan dari atasan, aku akhirnya sampai di Rosebud. Itu namanya. Di spanduk depan tertulis, ‘a café with french feeling’.

Seorang mas berparas malu-malu membukakan pintu kayu, mengantar aku ke sebuah dimensi lain. Aku langsung jatuh hati. Pada tatanan interiornya? Mungkin. Pada kehangatannya? Mungkin. Pada musik lembut yang mencengkerama keseluruhan atmosfer ruang mungil tersebut? Mungkin. Atau simply pada ke-Paris-annya? Mungkin saja.

Aku dan beberapa rekan (saah rekaaaan… :P) berkenalan dengan sang pemilik. Seorang wanita berusia 40an yang langsung menyambut ramah. Duduklah kita berempat di salah satu meja. Café itu cukup lucu, dalam artian ‘menarik’. Apa ya kata yang bisa mendeskripsikannya? Heterogen? Ya bisa. Ada keberagaman.. bukan keseragaman, yang biasa kita temui di café-café zaman sekarang. Sebetulnya, tidak ada representasi menara eiffel, atau taplak meja kotak-kotak atau apa lah identitas kota Paris yang sudah ‘pabrikan’.. yet, I just got the feeling. The French Feeling.

Niat semula yang ingin hanya menyicip makanan a la Paris dan sekedar tanya ini dan itu, berubah menjadi satu pembelajaran kilat tentang kota Paris itu sendiri. Sang pemilik pernah tinggal selama 6 tahun di kota (yang konon) romantis itu. Sejam, 2 jam kami pun larut dalam pembicaraan mengenai Paris, Indonesia dan fenomena di antaranya.

Uraiannya tentang perbedaan café, bistro dan restaurant. Tuturnya tentang keteraturan negara Perancis. Ulasannya mengenai makna sebuah privacy, di Paris dan di Indonesia. Pengalamannya selama hidup di sana.

Mata ku berbinar-binar.

Telingaku terpasang sigap.

Exciting! Malam ini.. aku menari di antara alunan irama imajiner Paris.

Sungguh, satu pengalaman berharga datang ke tempat itu.

Pertama, memanjakan lidah dan perut dengan masakan yang yummy

Crepes yang teksturnya berbeda dibandingkan dengan sebangsanya yang dijual di mall-mall, diisi dengan jamur dan cream saucenya yang… mmm…… enak.

Spaghetti cream sauce dipadukan dengan udang berbalut mozzarella cheese.

Salad dengan keju panggang.

Minum yoghurt.

Ditutup dengan dessert kue coklatnya yang sedap tapi tidak bikin eneg, disiram oleh fla khusus hangat.

Plus compliment berupa crepes lemon yang asamnya bikin segar..



Ke dua, mendengarkan sang pemilik bercerita… seakan menjadi jembatan antara kami dengan… kota Paris.

Café itu sering dijadikan tempat pemutaran film dan berkumpul sebuah reading club. Langsung aku menyesal kenapa tidak dari dulu menanggapi cerita salah satu atasan mengenai tempat ini.

Semoga aku dan rekanku bisa menciptakan karya menarik dan komprehensif mengenai café unik ini.

Hoaaahmm…. kok ngantuk ya cing?

Oh ya…
mungkin karena efek mereguk segelas white wine bercampur blackcurrant syrup ;)
Lagi-lagi compliment dari sang pemilik.



Malam ini, biar aku mimpi tentang Paris
Dan semoga kamu ada di dalamnya…



Zzzzzzzzzzzzzzz……..


(ditulis tadi malam dan melepas identitas 'gue' untuk sejenak.)

*Terima kasih banyak Mbak Risa Permanadeli.




Monday, July 17, 2006

........

Where's my source of inspiration?


:(

Monday, July 10, 2006

Italia Campioni del Mondo!

Saya terharu…


Sungguh terharu…


Saya bangga jadi WNI (Warga Negara Italy-wannabe.. hehehehe)


Akhirnya… Italy menjadi juara piala dunia untuk ke empat kalinya


Walau final idaman tidak terwujud (yaitu antara Brazil & Italy… namun saya tetap ingin Italy yang keluar sebagai juara, ini keinginan saya dan teman saya Rido…)

Tetap saja saya sungguh bangga…


2002, saya harus menangis pelan menelan kekalahan Italy dari Korea Selatan. Sementara saat itu saya lagi nonton di antara pendukung Korea Selatan. Sungguh pahit… apalagi waktu itu Francesco Coco harus dibalut kepalanya karena berbenturan dengan rekan setim (yee.. trus knape ya bo?? Hehehe biar menambah kesan tragis aja.. dia ampe bedarah2… duh tinih tinih…)


Tapi saya tetap senang, karena Brazil memenangkan Piala Dunia untuk ke 5 kalinya. Dan Perancis harus angkat koper sejak babak penyisihan berakhir. Hehehe… entah kenapa saya tidak pernah simpati dengan tim Perancis. Di Piala Dunia 1998, mereka mengalahkan Brazil di final. Di final Euro 2000, giliran Italy harus menunduk karena golden goal David Trezeguet.

Ketika Perancis berhasil membungkam tim samba di perempat final Piala Dunia tahun ini, hati ini ketar-ketir… oh no cing! Melajunya Italy ke final, disusul oleh kegelisahan hati karena akan bertemu Perancis di final. Sh*t… Gak lucu nih kalo sampe kalah lagi sama Perancis… Masak semua tim gue harus diluluhlantakkan oleh Les Bleus?? ….deg-degan deh jadinya.


Tapi….



Ternyata memang Italy membuat saya bangga…
Trezeguet yang 6 tahun silam menjadi penentu kemenangan, kini harus menjadi sasaran empuk karena hanya dia yang tidak berhasil melesakkan bola ke gawang Italy di waktu tendangan penalti


Italy
Menepis segala masalah yang mereka sedang hadapi..
Lalu tak perduli mereka dicap tim licik lah, tim pakar diving lah, tim bertahan melulu lah. Tim aktor watak lah…

Hey man!

They are the champion!!!!
Welcome to reality



Dan sungguh…
Saya terharu…

Friday, July 07, 2006

...The World Cup Final....


need I say more?


after my Brazil was beaten by those Frenchmen few days ago.

I, Lydia Aprilla Tarigan, am pledged to hating France National Soccer Team

for:
World Cup Final 1998
Euro Final 2002
...and the latest... World Cup Quarter Final 2006

Don't care that they actually play well
Don't care that their country is one of the place I'd like to visit
Don't care that my favorite food of all time was originally named from there
(eh ga tau lo makanan favorit gue? keterlaluan... huhuhuhu)

THIS IS WAR!!!

So...
My heart and soul are absolutely beating for Gli Azzurri this July 10th






*back to my 'semedi' for Italy

Monday, July 03, 2006

My Bahasa

Beberapa orang yang saya kenal sering langsung ilfil kalo membaca tulisan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Yang saya maksud di sini tentunya bukan tulisan berita tetapi seperti puisi atau bacaan yang sarat dengan kata-kata puitis. Pernah saya menawari seorang teman saya untuk membaca salah satu karya dari penulis Indonesia ternama. Secara spesifik langsung saya sodorkan sepenggal paragraf yang telah bikin saya termenung menelaah maknanya.

Reaksi yang saya harapkan adalah
“ih gilak… dalem abis nih!!”

Sementara yang saya dapatkan adalah
“duh kenapa ya… gw ga pernah suka kalo ginian tuh dlm bahasa Indonesia”

WAKWAAWWWWWWW
Kalo dalam komik jepang…. Pasti muka saya sudah seperti ini

Saya sendiri jadi rajin mengeksplorasi khasanah perpuitisan bahasa Indonesia saya ketika mulai menyandang predikat profesi copywriter. Dalam kerjaan pun, dalam menuangkan ide-ide seringkali saya sulit menemukan padanan bahasa Indonesia yang pas untuk pemikiran saya. Sementara di coretan-coretan saya, berbaris-baris preposisi ide dituliskan dalam bahasa Inggris. Seorang teman saya yang lain mengakui bahwa bahasa Indonesia bisa memproduksi kata-kata yang 3 kali bisa lebih menohok artinya dibandingkan bahasa Inggris.
Yang disamarkan, yang diumpamakan, yang diandai-andaikan, ketika dipikirkan lebih lanjut… DAMN! Maknanya bisa bikin kita nelongso berjam-jam.

Memang bahasa Inggris bisa dengan mudah mempraktiskan pemikiran yang ingin dituangkan. Satu konsep yang panjang mungkin bisa dijelaskan dalam satu kalimat saja.. Sementara kalau menggunakan bahasa Indonesia, kok rasanya gak dapet ya?


Kakak saya ketika melancong ke Eropa, bercerita suatu waktu mereka bertemu dengan orang Indonesia, yang sedang asyik bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Kemudian mereka mendengar kakak saya juga menggunakan bahasa Indonesia dengan suaminya. Lalu mereka tiba-tiba berubah, ngobrol pake bahasa Inggris seakan tidak ingin kakak saya tahu bahwa mereka juga orang Indonesia. Heh? Malu identitas?

Pada saat zaman sudah semakin kebarat-baratan, dan globalisasi menjadikan fenomena seorang ibu berwajah Melayu berkata:”No, put it back Darling…” kepada anak balitanya ketika sedang berada di malI… yang menjadi pertanyaan adalah Kita apakan bahasa Indonesia?


Emang sih idealnya ngikutin pakem Internasional, namun ketika suatu identitas bangsa mulai terkikis… bukankah berarti kita sudah menolak mengenal diri kita sendiri?

Boleh ya boleh, tapi jangan berlebihan donk….
Cintailah bahasa Indonesia men… :P




L y d i a
Yang masih sok bilingual dalam menulis blog nya :P
…namun at least gw nulis topik ginian.. hahahahahaa
…dan juga mengidam-idamkan kamus Thesaurus bahasa Indonesia.